Bulir demi bulir membasahi dedaunan
layu. Membersihkan debu di permukaannya, dan menampakkan warna hijau yang
segar.
Kutatap langit yang abu, meratap di
sana…
Jika banyak dari mereka yang
menghindari hujan, maka aku tidak. Aku menatap hujan, membelai kristal-kristalnya,
meratap bersamanya, kemudian menangis diiringinya…
Dan akhirnya, tersenyum…
Saat aku mulai bisa meluruhkan
amarah ini bersamanya, aku mengerti, bahwa hujan itu mengertiku…
Lalu aku mendongak lagi, mencoba
berbisik. Lirih.
Mencoba berkata, dan kemudian
berteriak.
“Sudah kubilang sejak awal, AKU
TIDAK BERHAK!!!”
Meluruh. Tubuhku terurai lemah. Tatapanku
merapat. Nanar.
Tidak, bukan aku ingin menyalahkan
Tuhan. Tapi aku hanya ingin memohon padaNya.
Jika ini mimpi, bangunkanlah. Jika ini
nyata, hindarkanlah. Jika ini abstrak, jelaskanlah. Jika ini benar-benar nyata,
rubahlah.
Takdirku bukan lagi menjadi takdir. Aku
bukan lagi menjadi aku. Seberkas bayang itu bukan lagi bayang itu.
Aku menunduk…
Langit semakin mengelabu, kuberjalan
semakin mendekat, dan aku…
BASAH SEKARANG…
Ayolah Tuhan, dia bukan untukku…
*for the rain, who always can read my mind*
No comments:
Post a Comment